Menghitung kekuatan suatu konstruksi sangat tergantung beban yang bekerja pada konstruksi tersebut, oleh karenanya pembahasan mengenai kekuatan memanjang kapal kita awali dengan pembebanan yang bekerja pada sebuah kapal. Oleh karenanya, berikut ini kita awali pembahasan kekuatan kapal dengan mengenal beban-beban yang bekerja pada sebuah kapal. Ada beberapa cara untuk menggolongkan beban yang direncanakan sanggup ditahan oleh bagian konsturksi sebuah kapal. Beberapa beban-beban terpenting adalah beban dinamis dalam arti bahwa bekerjanya beban tersebut berubah bersamaan dengan perubahan waktu, misalnya beban-beban gelombang. Tetapi beban gelombang ini frekwensinya adalah rendah sekali jika dibandingkan dengan frekwensi asli (natural frequenci) dari bagian kontruksi, hingga biasanya beban tersebut dapat diperhitungkan sebagai beban statis. Pengecualian terjadi pada laut yang amat bergelombang dan kecepatan yang tinggi, dalam keadaan mana haluan kapal mungkin timbul dan “terjun/tenggelam” lagi dengan keras, mengakibatkan beban sesaat yang besar dan getaran transien yang hebat. Beban lain bersifat statis murni misalnya berat badan kapal dan muatan yang diangkut dalam pelayarannya serta gaya tekan air keatas yang bekerja pada kapal diair tenang.
Beban pada badan kapal
Beban-beban penting yang bekerja pada kapal yang dikumpulkan menjadi tiga kelompok utama; statis, quasi statis, dan dinamis, sebagai berikut:
Beban Statis.
- Gaya tekan air keatas.
- Berat bagian kontruksi kapal.
- Berat muatan dan barang barang lain di dalam kapal.
- Reaksi tumpuan pada waktu kapal kandas atau di dok.
Beban Quasi Statis.
- Gaya tekan ombak.
- Gaya-gaya tekan dinamis karena gerakan kapal.
- Gaya inersia = massa kapal dan muatannya x percepatan.
- Gaya tarik tali tunda, gaya dorong baling-baling.
- Gaya akibat gerakan muatan cair dalam tangki-tangki.
Beban Dinamis.
- Beban sesaat karena “slamming”
- Damparan ombak pada dinding-dinding bangunan atas atau haluan yang melebar.
- Beban berat air yang naik ke geladak.
- Benturan dengan kapal lain, kapal tunda atau dermaga.
Dalam banyak hal, perhitungan kekuatan bagian konstruksi kapal didasarkan seluruhnya pada beban statis, seolah-oleh kapal terapung diam diair tenang. Bahkan banyak biro klasifikasi mendasarkan peraturannya pada perhitungan untuk kapal diair tenang semacam itu dengan tambahan yang ditentukan sebarang untuk beban-beban di laut bergelombang, atau meminta perhitungan momen lengkung kapal diatas gelombang tetapi dalam keadaan diam. Cara-cara diatas biasanya dimaksudkan sebagai patokan atau syarat minimum dan biasanya terbukti cukup untuk menghindarkan kerusakan kerusakan berat akibat kurang kuatnya konstruksi.
Dari tahun ke tahun besar kapal, ukuran-ukuran bagiannya dan macam sistem kontruksi pembangunannya, berkembang perlahan-lahan berdasarkan pengalaman- pengalaman sebelumnya. Untuk kapal-kapal yang mempunyai kelainan besar, perencana harus dapat memperhitungkan beban yang akan diterima kapalnya setepat mungkin, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Sifat-Sifat Umum Respons Konstruksi Kapal Terhadap Beban.
Telah kita ketahui bersama bahwa sebuah kapal terdiri dari beberapa konstruksi datar yang saling berpotongan, misalnya pelat dasar, sekat dan pelat samping/lambung. Konstruksi datar ini mungkin terdiri dari pelat yang disangga suatu sistem penegar. Untuk mudahnya berdasarkan respon dari bangunan keseluruhan dan dari masing-masing bagian, respon bagian-bagian konstruksi dibagi menjadi respon pertama, kedua, dan ketiga sebagai berikut :
Respon pertama : tegangan dan lenturan badan kapal yang berlaku sebagai sebuah kapal.
Respon kedua : tegangan dan lenturan dari konstruksi datar besar ysng berpenegar, misalnya bagian dari pelat yang terletak antara dua sekat lintang.
Respon ketiga : tegangan dan lenturan bagian pelat atau kulit diantara penegar-penegar.
Respon kedua : tegangan dan lenturan dari konstruksi datar besar ysng berpenegar, misalnya bagian dari pelat yang terletak antara dua sekat lintang.
Respon ketiga : tegangan dan lenturan bagian pelat atau kulit diantara penegar-penegar.
Bagian-bagian ini dilukiskan dalam Gambar 1.1. sampai dengan Gambar 1.3. dan diberikan juga perbandingan antara respon konstruksi pertama, kedua, dan ketiga dalam Tabel 1.1. menurut St. Denis (1954).
Tabel. 1.1. Perbandingan konstruksi badan kapal
Keterangan mengenai beban yang dibutuhkan dalam perhitungan tiap bagian respon konstruksi diberikan dibawah ini.
Pertama : penyebaran memanjang dari berat, gaya tekan keatas, penyebaran memanjang dari gaya gelombang dinamis dan gaya inersia.
Kedua : penyebaran memanjang dan melintang dari gaya tekan cairan dan beban beban lain dari pada bidang konstruksi datar.
Ketiga : penyebaran memanjang dan melintang dari gaya tekan cairan dan beban beban lain dari pada bidang konstruksi datar.
Kedua : penyebaran memanjang dan melintang dari gaya tekan cairan dan beban beban lain dari pada bidang konstruksi datar.
Ketiga : penyebaran memanjang dan melintang dari gaya tekan cairan dan beban beban lain dari pada bidang konstruksi datar.
Pembebanan Pada Tahap Pembuatan.
Beban beban pada tahap pembuatan ini, sama sekali tergantung pada susunan konstruksi, cara serta urutan pembuatan dan sebagainya. Disini hanya dicatat bahwa beban-beban ini selalu ada dan harus diperhitungkan; misalnya beban dalam yang tertinggal akibat proses pengelasan, beban yang bekerja pada seksi atau blok konstruksi pada saat pemindahan dari lokasi satu ke lokasi lainnya, dan masih banyak lagi yang lain. Salah satu diantaranya adalah pembebanan pada waktu kapal diluncurkan ke dalam air dengan sistem memanjang, dimana kapal akan mengalami tegangan tegangan secara keseluruhan dan setempat yang cukup besar, bahkan kadang-kadang berakibat fatal, antara lain kapal berubah bentuk (kapal mengalami deformasi), dimana hal tersebut tidak mungkin untuk diperbaiki lagi.
Stabilitas Kapal
Stabilitas kapal adalah hal yang terpenting dalam sebuah kapal. Sebuah kapal harus memiliki stabilitas yang baik untuk dapat melaksanakan pelayaran dengan aman. Dan stabilitas kapal yang baik tentu saja dapat diperhitungkan dengan baik apabila crew kapal memiliki pengetahuan yang cukup mengenai stabilitas kapal utamanya adalah perwira deck. Stabilitas kapal didefinisikan sebagai kemampuan kapal untuk kembali tegak semula setelah mendapatkan gaya-gaya dari luar. Sebuah kapal seharusnya mempunyai kemampuan untuk tegak kembali sewaktu kapal menyenget (miring) jika ada pengaruh dari luar yang bekerja pada kapal. Pengaruh-pengaruh tersebut diantaranya; arus, ombak, gelombang, angin dan lain sebagainya. Dari sifat olengnya dapat diketahui apakah sebuah kapal mengoleng terlalu lamban, cepat, menyentak-nyentak, atau bahkan kapal mengoleng dengan lembut. Sebuah kapal yang mengoleng terlalu lamban menyebabkan kemampuan untuk menegak kembali (lengan penegak/righting arm) sewaktu kapal menyenget menjadi terlalu kecil. Kondisi ini disebut dalam keadaan “langsar”. Dan apabila kemampuan untuk tegak kembali terlalu besar, maka kondisi ini disebut dalam keadaan “Stiff/kaku”. Jika kapal mengoleng dalam waktu yang sedang, maka disebut dengan kondisi olengan “lembut”. Kapal yang dalam keadaan demikian maka mempunyai stabilitas yang “baik“. Sebuah kapal yang stabilitasnya terlalu kecil dapat berakibat fatal yang dapat mengakibatkan kapal terbalik/Capsize (Lihat Gambar 2.1). Hal ini dikarenakan oleh adanya gaya-gaya yang bekerja dari dalam maupun dari luar sehingga kemampuan untuk tegak kembali tidak ada.
Sebuah kapal yang kaku/Stiff dapat menyebabkan kapal “ tidak nyaman “ sebagai akibat dari periode oleng kapal yang sangat cepat sekali dan menyentak-nyentak, sehingga dapat menyebabkan semua awak kapalnya utamanya bagi para penumpang (kapal Passenger) menjadi mabuk, sebab kapal tidak dalam keadaan tenang. Sebagai akibat dari gerakannya yang menyentak-nyentak dan dengan cepat itu maka konstruksi bangunan kapal atasnya akan sangat dirugikan, misalnya sambungan-sambungan antara suku-suku bagian bangunan atas akan menjadi longgar, sebab paku-paku kelingnya menjadi longgar. Akibat lain yang mungkin juga terjadi adalah longsornya muatan yang dipadatkan didalam ruang-ruang dibawah. Longsornya muatan itu dapat membawa akibat yang sangat fatal (kapal dapat terbalik). Sebuah kapal yang stabilitasnya kecil atau yang disebut langsar yang disebabkan karena bobot diatas kapal dikonsetrasikan dibagian atas kapal. Sebuah kapal dapat bersifat kaku, oleh karena pemadatan muatan dikapal itu dilakukan secara tidak benar, yakni bobot-bobot dikonsentrasikan di bawah, sehingga kedudukan titik beratnya terlalu rendah. Stabilitas kapal dapat digolongkan dalam 2 jenis, yaitu:
- Stabilitas Melintang (Transversal Stability)
- Stabilitas Membujur (Longitudinal Stability)
1. Stabilitas Melintang (Transversal Stability)
Adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya (Lihat Gambar 2.2). Di dalam stabilitas melintang terbagi menjadi 2 jenis stabilitas, yaitu:
a. Stabilitas Statis (Diam), yaitu stabilitas kapal pada saat kapal berhenti
b. Stabilitas Dinamis (Berlayar), yaitu stabilitas kapal pada saat kapal sedang dalam pelayaran.
b. Stabilitas Dinamis (Berlayar), yaitu stabilitas kapal pada saat kapal sedang dalam pelayaran.
Gambar 2.2. Stabilitas Melintang (Transversal Stability) |
No comments:
Post a Comment